Dipublikasikan melalui laman resmi Magister Ilmu Hubungan Internasional, terkait penyebab Mengapa di tengah-tengah Era Globalisasi dan Revolusi Industri ke 4 Amerika Serikat harus membangun tembok pemisah dengan Meksiko serta mengapa dengan kekuatan militer yang mumpuni Israel harus membangun Tembok Yerussalem, Magister Hubungan Internasional (MIHI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengadakan acara seminar bedah buku yang berjudul “Pagar-pagar Tembok Diplomatika” karya Prof. Dr. Tulus Warsito (31/8)

Buku yang merupakan sequel dari monograf Prof. Dr. Tulus Warsito yang berjudul “Diplomasi Perbatasan” ini juga dibedah oleh Wahyuni Kartikasari, kandidat doktor sekaligus dosen Program Studi MIHI UMY dan Rizki Dian Nursita sebagai moderator. Acara ini bertempat di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana lantai 1 gedung Kasman Singodimedjo UMY.

Prof. Tulus Warsito menceritakan apa yang ia tuangkan dalam bukunya, bahwa terdapat sejumlah paradoks yang terjadi belakangan ini. Di tengah-tengah segala kemajuan, Revolusi Industri 4.0, dan Integrasi masyarakat dunia seperti Uni Eropa, mengapa tetap ada tembok pembatas yang memisahkan?

Secara historis, tembok perbatasan dibangun untuk sejumlah kepentingan, salah satunya adalah untuk menandai kekuasaan, dan hal tersebut sudah dilakukan bahkan oleh bangsa-bangsa terdahulu. Yang unik adalah, tujuan pembangunan Tembok Berlin yang memisahkan antara Jerman Timur dan Jerman Barat, merupakan kebalikan dari pembangunan Tembok Amerika-Meksiko. Apabila Tembok Berlin dibangun untuk mencegah warga Jerman Timur untuk eksodus dan mencari penghidupan yang lebih baik di Jerman Barat, Tembok Amerika-Meksiko justru dibuat oleh Amerika untuk mencegah imigran dari Meksiko. Dan menariknya lagi, Meksiko juga harus menanggung pembiayaan pembangunan tembok yang sejatinya merupakan kebijakan Amerika Serikat.

Prof Tulus Warsito memandang, bahwa era saat ini tidak sepenuhnya disruptif, tidak seperti yang digembor-gemborkan oleh kebanyakan orang. Kita tidak dapat melihat Era Disrupsi Teknologi secara hitam dan putih, ada pola-pola hubungan yang bergeser, dan ada pula yang tetap, salah satunya adalah pembangunan tembok perbatasan.

Ibu Wahyuni Kartikasari menambahkan, bahwa isu pembangunan tembok tidak hanya dapat dilihat dari aspek politik saja, namun juga diplomasi, migrasi, dan arsitek. Dari aspek migrasi misalnya, tembok tidak hanya berupa tembok perbatasan secara fisik saja. Pada era globalisasi, kita dapat bermigrasi kemanapun, namun kita dibatasi oleh adanya visa & paspor. Kantor imigrasi boleh jadi merupakan contoh tembok di masa kini.

Dalam ilmu arsitektur, rumah-rumah dan tembok, seperti Keraton bukan dibangun tanpa tujuan. Namun juga menunjukkan masyarakat mana yang sudah mempunyai kebudayaan politik. Tidak sembarang orang dapat meihat bangunan raja, dan semakin jauh dari tembok, semakin jauh pula hubungan kulturalnya.

 

 

Latest News